Apakah keracunan makanan


Oleh Dr Ananya Mandal, MD
Keracunan makanan adalah istilah yang diberikan kepada infeksi dengan bakteri, parasit, virus, atau racun dari kuman yang mempengaruhi manusia melalui terkontaminasi makanan atau air.
Organisme kausatif yang paling umum adalah Staphylococcus atau E. coli.
Center for Disease Control and Prevention memperkirakan bahwa 76 juta orang menjadi sakit dari makanan penyakit terkait setiap tahun yang mengakibatkan 325.000 dirawat dan 5.000 kematian.
Diare berkat keracunan makanan membunuh jutaan di seluruh dunia, terutama dalam mengembangkan dan di bawah negara-negara maju.
Wisatawan ke negara-negara berkembang sering menghadapi keracunan makanan dalam bentuk Traveller's diare. (1, 2, 3)

Yang keracunan makanan mempengaruhi?

Keracunan makanan dapat mempengaruhi individu atau sekelompok orang-orang yang telah mengambil makanan tercemar yang sama.
Hal ini umum di masyarakat, terutama fungsi sosial pada umumnya, restoran, sekolah kafetaria dll.
Keracunan makanan dicurigai jika minimal dua orang terpengaruh dan terkontaminasi makanan atau air diidentifikasi sebagai sumber infeksi. (1, 4)

Apa makanan sering menyebabkan keracunan makanan?

Makanan umum yang dapat membawa kuman termasuk manja daging atau unggas, terkontaminasi air, makanan yang mengandung mayones, daging mentah atau matang, telur, ikan dan kerang dan sebagainya.
Penanganan selama persiapan makanan rusak mungkin juga bertanggung jawab keracunan makanan. Sebagai contoh, tidak memadai tangan mencuci, tidak mencuci peralatan masak, tidak memadai refrigerasi susu dan produk lainnya. (1)

Kuman yang menyebabkan keracunan makanan?

Kuman yang menyebabkan keracunan makanan mungkin termasuk Campylobacter enteritis, kolera, E. coli enteritis, Staphylococcus aureus, Shigella, Listeria dll.

Siapa paling rentan terhadap keracunan makanan?

Bayi dan orang tua adalah rentan terhadap keracunan makanan.
Orang-orang dengan kekebalan tertindas, orang-orang dengan penyakit ginjal atau diabetes atau orang-orang yang bepergian ke luar negeri di mana mereka dihadapkan pada kuman juga rentan.
Ibu hamil dan menyusui harus ekstra hati-hati tentang menghindari keracunan makanan. (1, 2, 3)

Kimia racun dalam makanan

Kadang-kadang keracunan makanan melibatkan kimia racun yang diproduksi dalam makanan tertentu yang tidak semestinya disimpan atau di bawah dimasak.
Scombroid keracunan terjadi karena besar pelepasan histamin kimia dari ikan ketika itu dimakan.
Hal ini dapat mengakibatkan reaksi alergi parah dengan pembengkakan wajah, gatal-gatal, sesak nafas dan kesulitan menelan. Hal ini dapat mengakibatkan kematian akibat tersedak. (2)

Gejala umum keracunan makanan

Keracunan makanan biasanya bermanifestasi sebagai rasa sakit di perut dengan kram, diare, mual, muntah, kelemahan, demam dengan menggigil dan tremor, sakit kepala dll.
Masalah dimulai dalam waktu 2-6 jam makan makanan tercemar atau air. Ini mungkin panjang atau pendek tergantung pada penyebab keracunan makanan. (1, 2, 5)

Perawatan makanan keracunan

Perawatan melibatkan menjaga pasien yang terhidrasi dengan banyak cairan dan air. Dalam kebanyakan kasus, kondisi menyelesaikan dengan sendirinya.
Beberapa pasien namun mungkin perlu antibiotik untuk terapi.
Pencegahan keracunan makanan adalah kunci dan dapat dicapai dengan mempertahankan tangan bersih, memasak permukaan, mencuci dan memasak makanan secara menyeluruh. Minum hanya disaring air juga membantu
 

KENAKALAN REMAJA


Definisi kenakalan remaja menurut para ahli

  • Kartono, ilmuwan sosiologi “Kenakalan Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya, mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang”.
  • Santrock Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal.”

Sejak kapan masalah kenakalan remaja mulai disoroti?

Masalah kenakalan mulai mendapat perhatian masyarakat secara khusus sejak terbentuknya peradilan untuk anak-anak nakal (juvenile court) pada 1899 di Illinois, Amerika Serikat.

Jenis-jenis kenakalan remaja

Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh faktor dari remaja itu sendiri (internal) maupun faktor dari luar (eksternal).
Faktor internal:
  1. Krisis identitas: Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
  2. Kontrol diri yang lemah: Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Faktor eksternal:
  1. Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.
  2. Teman sebaya yang kurang baik
  3. Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.

Hal-hal yang bisa dilakukan/ cara mengatasi kenakalan remaja:

  1. Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
  2. Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
  3. Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
  4. Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
  5. Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.


 

Gizi Buruk, Bangsa Redup


Gizi Buruk, Bangsa Redup
Oleh Bernard Simamora - Sebanyak 18.238 dari 4,3 juta bayi di bawah lima tahun (balita) di Jabar mengalami gizi buruk. Berdasarkan data Senin (20/6), balita yang mengalami Marasmus (kurang protein akut) sebanyak 160 orang dan yang menderita Kwasiorkor (kurang kalori akut atau busung lapar) sebanyak satu orang. Selain itu, delapan orang balita mengalami Marasmus dan Kwasiorkor sekaligus.
Menurut Elly Musa, Kepala Seksi Gizi Dinkes Jabar, jumlah penderita gizi buruk dan busung lapar di Jabar masih bisa bertambah. Penderita gizi buruk yang paling banyak terdapat di Kab Cirebon 4.005 balita. Kab Bandung sebanyak 2.991, Kab Cianjur 2.411, dan Kota Bandung sebanyak 1.769. Balita yang mengalami Marasmusterbanyak, kata dia, terdapat di Kab Cianjur sebanyak 70 balita.
Data yang disebut-sebut di atas tentu masih berdasarkan pantauan Dinkes. Seperti biasanya, angka-angka dari pemerintah ibarat bongkahan es yang muncul di permukaan air – di bawah permukaan, bongkahan es jauh lebih besar. Artinya, jumlah anak penderita gizi buruk yang sebenarnya di lapangan, jauh lebih besar dari angka-angka di atas.
Para ahli gizi meyakini bahwa IQ (Intelligent Quetiont) anak yang pernah menderita gizi buruk lebih rendah 13,7 poin dibandingkan dengan anak normal. Rendahnya IQ identik dengan rendahnya tingkat kecerdasan. Turunnya tingkat kecerdasan generasi muda berarti hilangnya sebagian potensi cerdik pandai, ahli pikir, dan pemimpin yang diperlukan untuk kemajuan masyarakat bangsa. Jadi jika keadaan ini tidak mendapat perhatian memadai, dapat diramalkan penurunan kualitas sumber daya manusia Indonesia pada masa datang.
Masalah gizi memiliki dimensi luas, tidak hanya merupakan masalah kesehatan, tetapi juga meliputi masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan, dan lingkungan. Tetapi oleh karena ujung-ujungnya berdampak pada kelainan kesehatan, yang kena getahnya Departemen Kesehatan, padahal penyebab awal bukan semata-mata faktor kesehatan.
Sebagai contoh, kini kian banyak kasus gizi buruk yang dilaporkan dari berbagai daerah. Sekali lagi yang dianggap bertanggung jawab adalah sektor kesehatan. Hal ini disebabkan kurang dipahaminya kompleksitas faktor penyebab terjadinya masalah gizi. Di lain pihak masalah gizi baru dianggap penting apabila keadaannya sudah memburuk, baik dari segi jumlah maupun tingkat keparahan.
Pada saat krisis moneter berkepanjangan seperti sekarang, penyebab tidak langsung dan menonjol dari gizi buruk diperkirakan masalah sosial ekonomi. Ketidakmampuan keluarga menyediakan makan bagi keluarga, khususnya anak, dalam jangka waktu lama. Sosial ekonomi bukan satu-satunya faktor penyebab, masih banyak faktor lain yang tidak kalah penting untuk diperhatikan.
Ada benarnya pernyataan Gubernur Jabar bahwa hal gizi buruk pada anak di Jabar lebih disebabkan pola makan anak-anak balita yang tidak memenuhi standar kesehatan. Tetapi alasan Gubernur bahwa stok beras dan berbagai bahan pokok di Jabar cukup banyak, sehingga seharusnya tidak terjadi kasus gizi buruk kiranya, kurang relevan.
Kemudian, perkiraan bahwa jika anak rajin ditimbang di posyandu sebulan sekali, kasus gizi buruk dapat dicegah, kiranya mendangkalkan masalah gizi buruk hanya seputar makanan yang berkaitan dengan berat badan. Walaupun, posyandu tetap bermanfaat sebagai alat pemantau yang sangat umum.
Tampaknya, penanganan gizi buruk tidak saja soal stok bahan makanan yang cukup, pola makan yang harus memenuhi standar kesehatan, atau aktivasi kembali pelayanan Posyandu yang mulai meredup.
Hal yang secara komprehensif pantas direnungkan kembali saat ini adalah, bahwa ditengah-tengah krisis ekonomi, justru pola hidup konsumtif dan kenaikan life style telah menggerogoti anggaran nafkah gizi (bahkan makanan pokok) keluarga.
Masyarakat kita telah diserang ribuan bahkan jutaan jenis produk yang selalu saja sangat atraktif, sampai-sampai kita bisa lupa kebutuhan pokok dan membeli yang kurang kita butuhkan. Pola konsumsi, pola shopping, dan pola hidup, telah kita impor besar-besaran,. Dan di sisi lain dana-dana kita mengalir ke luar negeri mendatangkan barang-barang konsumtif dan bukan “makanan bergizi”. Taruhannya, adalah generasi yang hilang – bangsa yang (tetap) meredup. (*)

Opini:setidaknya kita harus menjagga kebersihan lingkungan karana lingkungan yang kotor juga mempengaruhi gizi buruk degan kesadaran menciptakkan lingkungan yang bersih pasti akan mengurangi gizi buruk.